Selasa, 02 April 2013

makalah pola perilaku

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam proses ekologi setiap makhluk hidup mengalami evolusi yang telah berlangsung sejak berjuta tahun yang lalu. Evolusi tersebut merupakan proses untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara pelahan-lahan, sehingga dalam sejarah alam dikenal adanya beberapa jenis yang punah sebagai akibat ketidak mampuan dirinya untukmenyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Proses evolusi yang terjadi karena faktor alam menunjukan gejala ekologis yang wajar menurut hukum alam.
Jenis satwa liar pun memiliki mekanisme dalam menghadapai keadaan lingkungan yang selalu berubah. Secara biologis mereka mempunyai system untuk menyesuaikan diri. Kehidupan dari satwa liar dapat terganggu apabila habitatnya mengalami perubahan akibat adanya aktivitas atau pembangunan yang sangat menggangu disekitarnya. Hal ini disebabkan oleh satwa mempunyai sensitivitas yang kuat terhadap terjadinya perubahan lingkungan habitatnya. Perubahan atau gangguan terhadap habitat menyebabkan adanya pergerakan satwa untuk menghindar. Menurut Alikodra (1999), pergerakan satwa merupakan suatu strategi dari individu maupun populasi satwa liar untuk menyesuaikan dan menmanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Pergerakan dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pergerakan satwa liar, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer adalah faktor yang mendorong satwa untuk bergerak agar kebutuhan fisiologisnya terpenuhi, sedangkan faktor sekunder adalah sebuah faktor yang dapat memodifikasi pergerakan tersebut.
Perilaku satwa liar diartikan ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan  oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku satwa ini disebut rangsangan yang berhubungan erat dengan fisiologisnya



B.     Rumusan Masalah
Adapaun rumusan amasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pola perilaku
2.      Adaptabilitas
3.      Hibernasi


C.    Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mahasiswa mampu memehami pola perilku hewan,
2.      Mamsiswa mampu memahami adaptabilitas pada hewan,
3.      Mahasiawa mampu memahami hibernasi pada hewan.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pola Prilaku
Tiap pola perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola perilaku atau aktivitas tersebut diantaranya ialah:
1.      Aktivitas makan (feeding), yaitu aktivitas yang dimulai ketika satwa menemukan makanan sampai ketika satwa berhenti makan, kejadian ini dihitung sebagai satu unit aktivitas.
2.      Aktivitas bergerak (locomotion), yaitu pergerakan satwa dari satu tempat ke tempat yang lain.
3.      Istirahat (immobile), yaitu aktivitas diam meliputi duduk, berdiri, dan tidur.
4.      Grooming, adalah aktivitas mencari kutu atau kotoran ditubuh sendiri atau pada tubuh individu lain.
5.      Aktivitas main (playing), aktivitas ini biasanya terjadi pada anak-anak sampai remaja yang meliputi kejar-kejaran, berguling, berayun, dan latihan baku hantam.
Bernett (1981), memberikan takrif bahwa ethologi adalah ilmu perilaku hewan. Ethologi memiliki status yang sama dengan ekologi dan genetika yang merupakan cabang besar ilmu biologi. Ditunjukannya bahwa ada tiga masalah yang penting adalam semua cabang ilmu biologi. Pertama adalah masalah hereditas dan lingkungan.yang kedua adalah masalah reduktionisme, yaitu apakah semua prilaku dapat direduksi kefisiologi dan selanjutnya fisiologi ke ilmu kimia. Yang ketiga adalah bahwa evolusi dan teori seleksi alam merupakan bagian dasar ethologi. Tavolga (1969), menyebutkan bahwa perilaku adalah manifetasi struktur dan fungsi suatu hewan, dan merupakan subjek untuk analisis dan ekperimen yang didasarka atas data objektif. Mysticism, superstisi, dan anekdota tidak lagi mendapat tempat dalam kajian perilaku hewan dan juga di dalam cabang ilmu lainnya. Kerangka teoritik dan dasar fuktual dalam kajian perilaku hewan merupakan hasilusaha ganda para ilmuan disiplin ilmu seperti genetika, ekologi, fisiologi, dan juga biologi perkembangan.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-olah memiliki keperluan, perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kajian perilaku hewan sering kali di warnai Anthropomorphisme. Salah satu persoalan adalah tentang altruisme. Beberapa penulis memberi kesan bahwa prinsip-prinsip moral yang mengikat masyarakat manusia di terapkan secara langsung pada kelakuan sosial spesies lain. Manusia sering bersifat altruisitik,yaitu bahwa manusia memilih bertindak dengan cara yang sedemikian sehingga memberi keuntungan kepada pihak lain,malahan meskipun dengan dia sendiri sebagai korban. Jadi altruisme dalam hal ini di uraikan sebagai kehendak si pelaku. Tetapi dalam perbincangan evolusi oleh penulis lain, maka perilaku altruistik di kaitkan dengan seleksi alam, yaitu ditakrifkan bahwa altruisme adalah perilaku yang memperendah kemungkinan untuk langsung hidup si pelaku dan menambah kemungkinan untuk langsung hidup anggota lain spesies itu. Altruisme di sini sebagai wujud pengaruh perilaku. Jadi bukannya sebagai sebab yang memotivasikannya. Jarang sekali dapat di katakan dengan keyakinan bahwa seekor kera apalagi seekor lebah madu berkehendak menolong kera atau lebah lainnya,tetapi memang pengaruh jenis perilaku tertentu dapat di amati.
Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan yang tampak,yang di laksanakan oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan hidupnya. Menurut Tavolga(1969) semua makhluk hidup melaksanakan aktifitas yang kompleks yang timbul berdasarkan sifat dasar kehidupan sitoplasmik ialah irritabilitas, yaitu kempuan untuk menanggapi perubahan di lingkungan. Tidak seperti tanggapan alat fisika terhadap kekuatan eksternal,maka reaksi makhluk hidup umumnya adaptasi. Dalam hal ini probabilitas untuk kelangsungan hidup spesies bertambah karena hewan dapat menyesuaikan tanggapannya sedemikian sehingga layak terhadap kondisi yang berubah.
Perilaku ialah suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam societas dan komunitas yang terorganisir dan teratur. Perilaku dapat di anggap sebagai suatu kompleks yang terdiri atas 6 komponen yang berbeda dalam kepentingan menurut jenis makhluknya:
1.      Tropisme
2.      Taxes
3.      Refleks
4.      Insting
5.      Belajar, dan
6.      Penalaran
Istilah tropisme terbatas pada gerakan atau orientasi yang terarah terdapat pada makhluk seprti rumbuhan yang tidak memiliki sistem saraf. Lima anasir lainnya yang kurang lebih dalm urutan efolusioner seperti tersebut di atas, berkaitan dengan hewan yang memiliki sistem saraf dan indra yang kompleks.
Mula-mula ethologiwan cenderurg membuat kepilahan yang tajam antara perilaku “terbawa sejak lahir” (anasir 1-4 tersebut di atas) dan perilaku “diperoleh” (anasir 5 dan 6) tetapi sekarang jelas bahwa perilaku yang dipelajari terbentuk pada kompleks pola-pola refleks, insting dan pola-pola perilaku yang diwarisi lainnya,termasuk irama circadian dan irama tubuh yang “terbawa sejak lahir”.
Tanggapan perilaku hewan dan orientasi mereka dalam hubungan dengan faktor-fakor lingkungan kebanyakan dapat di uji secara eksperimental dan hasil yang di peroleh berkorelasi dengan perilaku hewan dalam kondisi alami. Blila mana cacah tanggapan yang layak pada tiap satuan intensitas mengenai suatu faktor lingkungan diplotkan terhadap seluruh kisaran faktor lingkungan tersebut, maka biasanya di hasilkan kurve normal atau kurve gauss. Cacah tanggapan yang maksimum,secara normal terjadi di dekat pusat kisaran,dan makin berkurang secara progresif dalam cacah kearah masing-masing ekstrem. Lanjutan pengurangan seperti ayng tersebut di atas ini ketiap-tiap arh dari puncak tanggapan yang meliputi 50%,25%, atau persentasi tanggapan total yang lebih kecil di sebut preferendum hewan atau kelompok hewan itu.
Banyak perilaku makhluk yang di tentukan oleh warisan dan merupakan karakteristik spesies dalam lingkungannya yang selayaknya. Perilaku ada yang sudah jelas pada saat lahir atau ada yang belum berkenbang sampa sistem saraf, termasuk mekanidme reseptor  dan afektor, sepenuhnya masak untuk itu. Perilaku yang terbawa sejak lahir tampak dalam berbagai derajat mengenai kemajemukannya. Suatu refleks adalah tanggapan automatik yang cepat oleh suatu alat tunggal atau sisitem alat terhadap stimulus sederhana. Tropisme, taxes, dan kineses mungkin meliputi suatu deretan refleks dan mewujudkan suatu tingkat keterpaduan yang tinggi. Suatu insting, yang merupakan pola perilaku yang di warisi, adalah suatu jenis prilaku tertentu yang majemuk yang dilaksanakan kurang lebih secara automatik, bila mana hewan tersebut itu di hadapkan pada stimulus yang layak (THORPE 1951 dalam KENDEIGH 1980).
Tropisme (tropos adalah suatu kata yunani berarti menghadap atau berubah) merupakan gerakan dan orientasi terarah yang di temukan pada tumbuhan. Contoh tropisme seprti misalnya membeloknya bunga mata hari menghadap kearah mata hari di sebut juga fototropisme dan orientasi fertikal daun pepohonan pad ahari yang panas atau di sebut heliotropisme. Serta pertumbuhan akar ke arah bawah yang juga di sebut giotropisme.tropisme di sebut juga sebagai perilaku adaktif yang terjadi tanpa adanya sistem saraf, biasanya meliputi hanya suatu bagian tubuh bukannya seluruh makhluk dan hormon menyediakan mekanisme koordinasi utama.
Istilah taxis sekarang umumnya di pergunakan terhadap gerakan stimulus, sponse yang mudah di amati pada hewan rendah. FRAENKEL dan GUNN (1940 dalam ODUM 1971) membedakan antara:
1.      Reaksi tidak berarah yaitu suatu penghindaran secara umum terhadap lingkungan yang tidak menguntukan (yang mereka sebut “kinesis”).
2.      Reaksi berarah (taxes,sensustricti) dengan orientasi langsung kearah atau menjauh dari stimulus.
3.      Orientasi yang transfersal, atau gerakan yang membuat sedikit sudut terhadap arah stimulus, seperti misalnya arah oleh lebah madu dengan cara berorintasi arah cahaya (von frisch, 1955 dalam odum 1971)
Antara taxes dan reflek tidak ada garis tegas untuk membedakannya,tatapi fefleks ada umumnya di anggap sebagai tanggapan terhadap stimulus oleh suatu alat atau bagian tubuh spesifik.baik taxes maupun fefleks dapat di modifikasikan oleh pengalaman.
Perilaku instingtif seperti yang terutama terdapat pada insekta dan fertebrata rendah terdiri atas urutan perilaku yang ter-stereotipe-kan dan ter-kode-kan, seperti misalnya berurutannya proses pembuatan sarang, pencarian makan, perkawinan, bertelur, dan demikain juga perlindungan terhadap makhluk anakan muda yang merupan daur reproduksif pada sejenis lebah atau burung.
Perilaku yang terpelajarkan dan perilaku yang  ternalarkan makin bertambah kepentingannya, sebanding dengan makin membesarnya otak terutama kortex cerebri. Penalaran yang meliputi pemecahan masalah dan perumusan konsep, menjadi anasir utama dalam perilaku yang hanya terdapat pada primata tingkatan yang lebih tinggi serta pada manusia.


B.     Beberapa Contoh Perilaku Pada Hewan
Ada banyak jenis hewan di bumi ini, dengan perilaku yang berbeda-beda pula. Diantara banyak binatang yang ada di bumi ini akan dipaparkan pelikau atau aktivitas beberapa binatang yang umun dan sering kita jumpai di sekitar kita.
1.      Burung ( Aves)
Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebaranya dapat secara horizontal dan vertical. Secara horizontal dapat dilihat dari tipe habitat yang ditempati oleh burung, sedangkan secara vertical dari strtifikasi profil hutan yang dimanfaatkan oleh burung. Keberadaan jenis-jenis burung dapat dibedakan menurut perbedaan strata, yaitu strata semak, strata antar semak dan pohon dan strata tajuk. Setiap strata mempunyai kemampuan untuk mendukung kehidupan jenis-jenis burung.
Penyebaran vertical terbagi dalam kelompok burung penghuni atas tajuk, ditempati oleh burung pemanakn buah misalnya Rangkong, Burung pemakan nektar Elang atau Alap-alap. Pada tajuk pertengahan ditampati oleh burung pemakan serangga, seperti burung pelatuk, takur, sedangkan penghuni tajuk bawah seperti burung gelatik, bondol, pipit, burung penghuni lantai hutan, seperti jenis ayam-ayaman, kasuari, dan pitta.
Keanekaragaman jenis burung disuatu wilayah dipengaruhi oleh factor-faktor berikut:
a)      Ukuran luas habitat, semakin luas habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jenis burungnya.
b)      Struktur dan keanekaan jenis vegetasi, di daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka keanekaaan jenis hewan, termasuk burung tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.
c)      Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu  lokasi. Semakin majemuk habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jens burungnya.
d)     Pengendalian ekosistem yang dominan. Keanekaan jenis burung cenderung rendah  dalam ekosistem yang terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi.
Aktivitas atau perilaku yang dilakukan burung diantaranya ialah makan, pindah atau bergerak, vocal, istirahat, dan sosial. Secara rinci aktivitas yang dilakukan burung dijelaskan sebagai berikut:
a)      Aktivitas Makan
Makan merupakn rangkaian gerak dalam mencari dan memilih makanan dan suatu pola yang tetap ( Alikodora 1980, dalam Melati). Aktivitas harian dari perilaku makan adalah sama disebabkan oleh banyak burung jantan dan burung betina sama-sama banyak membutuhkan banyak makanan. Pada burung jantan pakan diperlukan guna mendaptkan energy untuk melakukan aktivitasnya,seperti terbang, mencari pakan, dan bersuara. Pada burung betina berhubungan dengan musim berkembang  biak, seperti dapat mengahasilkan telur yang baik.
Makanan yang diperlukan burung dapat terlihat dimana burung tersebut berada. Burung-burung yang terdapat dihutan dapat mencari makanan pada bagian kanopi pohon sampai lantai hutan. Pada bagian kanopi pohon, serangga, buah, biji, bunga, dan daun muda dapat menjadi sumber makanan untuk burung. Jenis burung yang terdapat pada bagian ini antara lain Pelatuk, Burung Madu, Burung Enggang, dan Alap-Alap. Pada bagian lantai hutan makanan diperoleh dari biji yang jatuh, serangga tanah, dan daun muda dari pohon muda. Jenis burung yang terdapat pada lantai hutan antara lain, Ayam Hutan, Paok, dan Puyuh. Burung yang habitatnya terdapat di padang rumput, makanannya berupa biji rumput. Jenis burung yang terdapat dipadang rumput antara lain jenis pemakan biji seperti Bondol, Pipit, dan Gelatik. Burung yang berada disekitar perairan sungai, dan danau memperoleh makanan berupa serangga air, ikan, dan kepiting. Jenis burung yang terdapat di habitat ini seperti Bebek, Raja Udang, Kuntul, dan Walet.
b)      Aktivitas Vocal Dan Bersuara
Burung mengahsilkan suara (vocal) berupa nyayian dan variasi nonvokal atau bunyi yang dikeluarkan. Suara beruapa variasi nonvokal dapat terlihat misalnya pada burung pelatuk yang mengahsilkan suara seperti drum. Suara ini berasal dari paruhnya yang melubangi pohon pada saat mencari makanan.
Pada umumnya suara burung dihasilkan berasal dari suatu bagian organ pada burung yang disebut syirink. Bagian ini merupakan organ primer yang memproduksi suara. Syirink ini berada dibagian bronkus dan trakea. Trakea pada burung berbentuk panjang seperti pipa, bertulang rawan berbentuk cincin. Pada bagian akhir dari trakea ini nercabang menjadi dua bagian yakni bronkus kanan dan kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat syirink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang bergetar. Suara yang diproduksi akibat getaran dari membrane tympani saat bernapas dan tidak menghasilkan suara saat burung menghirup udara.
Menurut Van Tyne dan Beger (1976 dalam Melati), suara yang dihasilkan oleh burung dapat berfungsi sebagai tanda atau nyayian panggilan (call notes) dan nyayian (song)
1)      Nyayian panggilan (call notes), merupakan suara untuk menandakan perilaku hubungan pada setiap anggota jenis (anak-betina atau kelompoknya). Nyayian panggilan ini bukanlah hal yang utama pada perilaku seksual. Pada nyayian ini terdapat Sembilan jenis tipe, antara lain saat mencari makan, perilaku senang, perilaku stres, mempertahankan daeran teoriti saat di sarang, melakukan penyerangan, berkelompok saat bermigrasi, dan merespons adanya predator atau pendatang.
2)      Nyayian (song) merupakan rangkaian dari nyayian panggilan atau call notes. Nyayian yang dibunyikan untuk keturunannya sangat berhubungan dalam membentuk suara rangkaian dari nyayian yang dapat dikenal oleh keturunannya. Nyayian atau song ini dikenal ada dua tipe yaitu:
a.       Nyayian primer (primary song) terdiri atas:
·         Adversiting atau territorial song merupakan suara yang keras diberikan oleh salah satu jenis kelamin pada burung, khususnya pada saaat permulaan periode reproduksi, selain untuk menarik pasangan juga memberi peringatan kepada pejantan lain. Tipe nyayian ini dipergunakan untuk mempertahankan daerah teoriti pada burung.
·         Signal song, dipergunakan untuk menyatakan kegiatan atau aktivitas dari burung yang dipergunakan untuk memberikan tanda ancaman untuk pejantan lain.
·         Emotional song, meliputi berbagai suara yang secara tidak langsung memberikan ancaman kepada pejantan lain, terutama dalam mempertahankan daerah teoriti.
b.      Nyayian sekunder (secondary song), merupakan suara kedua, lebih lembut atau lemah. Suara ini tidak dipergunakan dalam mempertahankan daerah toeriti dan dinyayikan oleh jenis kelamin yang berbeda dan lebih bervariasi daripada primer song.
Dibedakan menjadi empat macam suara, yaitu
·         Whisper song, merupakan suara yang sangat cepat dan terdengar tidak lebih dari 20 km.
·         Subsong, merupakan suara yang sangat cepat.
·         Rehearsed song, merupakan suara yang dibunyikan oleh burung muda dan burung dewasa yang belum mencapai kesempurnaan dalam primary song.
·         Female song, merupakan suara yang dinyayikan oleh betina.
c)      Aktivitas sosial
Perilaku sosial pada umumnya dijumpai terutama dalam upaya memanfaatkan sumber daya di habitatnya, selain itu juga untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan melepaskan diri ari serangan pemangsa.
Menurut Soeratmo dalam Melati (1979), satwa yang hidup disuatu tempat akan mengadakan interaksi satu sama lain melalui komunikasi dan hubungan sosial. Hubungan di antara individu satwa dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Hubungan intraspesifik, yaitu hubungan pada jenis yang sama,
2)      Hubungan interspesifik, yaitu hubungan pada jenis yang berbeda.
Berdasarkan hubungan sosial interaksi dibedakan kedalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut:
1)      Kompetisi, terjadi apabila dua satwa mencari kebutuhan yang sama terhadap suatu komponen dalam lingkungan hidupnya, sementara persediaan komponene tersebut sangat terbatas.
2)      Kerja sama, terjadi apabila salah satu atau kedua individu yang lainnya membeutuhkan individu yang lainnya untuk memenuhi sesuatu kebutuhannya.
3)      Netral, apabila tidak terdapat kontak atau saling mempengaruhi antara kedua satwa tersebut.
Hubungan sosial dalam kehidupan populasi satwa tidak akan terbentuk apabila satwa tersebut tidak memiliki bentuk komunikasi. Kemampuan komunikasi dari satwa tersebut tergantung pada tanda atau signal yang dapat diterima tiap individu dan kemampuan individu dalam menangkap atau menerima signal tersebut.
Hubungan sosial lainnya antara lain:
·         Hubungan ketergantungan pemeliharaan. Hubungan yang terjadi antara induk dan anak-anaknya.
·         Hubungan saling mengutungkan, yang bersifat kerjasama dan saling menguntungkan.
·         Hubungan diminasi-subdominasi, hubungan antar jenis yang dominan (berumur lebih tua dan lebih besar) dan subordinat (bersifat mengalah) biasanya menempati habitat yang lebih kecil.
·         Hubungan seksual, hubungan antar satwa liar jantan dan betina dewasa.
·         Hubungan pemimpin dan pengikut, hubungan yang terjadi dalam kelompok yang biasanya dipimpin oleh salah satu anggotanya.
·         Hubungan kerja sama dalam mendapatkan makanan, untuk berburu atau mendapatkan makanan satwa liar seringkali melakukan kerja sama.
d)     Aktivitas Pindah Atau Bergerak
Pergerakan merupakan strategi dari individu maupun populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungan agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Pergerakan berfungsi untuk menghindarkan dari pemangsa dan ganggauan lainnya.
Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan pindahnya suatu jenis dari satu tempat ke tempat lain. Pada burung perpindahan terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat menjaga teritori. Aktivitas pindah yang dilakukan oleh burung saat mencari makan merupakan hal yang bersifat mutualistik. Dalam membentu terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada proses penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar. Jenis Rangkok dan Bultok berperan dalam penyebaran biji. Biasanya burung tersebut memakan buah-buahan yang berdaging ditelan bersama dengan bijinya. Bijinya tidak hancur melalui sistem pencernaan burung, sehingga apabila dikeluarkan biji tersebut dapat tumbuh di tempat yang cocok.
2.      Primata (Macaca fascicularis)
Primata mempunyai perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Perilaku komunikasi ini berkembang karena primata adalah hewan sosial. Macaca fascicularis bersifat sosial dan hidup dalam kelompok yang terdiri atas banyak jantan dan banyak betina (multi male-multi female). Dalam satu kelompok, Macaca fascicularis terdiri atas 20-50 individu. Jumlah individu setiap kelompok ditentukan oleh predator, pertahanan terhadap sumber makanan, dan efisiensi dalam aktivitas mencari makan. Perilaku harian Macaca fascicularis di alam terdiri atas 35% untuk makan, 20% penjelajahan, 34% istirahat, 12% untuk grooming, dan kurang dari 0,5% untuk aktivitas lainnya.
a)      Perilaku Makan
Aktivitas makan atau foraging merupakan aktivitas mencari makan dan memegang makanan. Urutan pada aktivitas makan, dimulai dengan mencium pakan terlebih dahulu, kemudian digigit dengan mulut atau mengambil pakan yang telah digigit dengan satu atau kedua tangannya. Penciuman merupakan detector utama dalam mencari pakan oleh seekor hewan. Pada saat memilih pakan, seekor hewan dengan nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak membahayakan kesehatannya, juga memiliki bau dan cita rasa yang sesuai dengan seleranya.
Ekornya yang panjang hingga melebihi panjang tubuhnya, dimanfaatkan Macaca fascicularis sebagai alat keseimbangan serta mendukung aktivitas pada saat mencari makan di cabang pohon yang kecil. Secara umum Macaca fascicularis memiliki kecenderungan untuk menguasai makanan sebanyak-banyaknya walaupun tidak mampu menghabiskan semuanya. Banyaknya makanan yang dikumpulkan berhubungan dengan keinginannya untuk dapat menunjukkan kekuatannya terhadap individu lain. Seringkali hal ini yang memicu terjadinya perkelahian. Bila ada makanan yang lebih disukai maka Macaca akan meninggalkan makanan sebelumnya.
Di lingkungan alaminya, monyet ekor panjang bersifat frugivor dengan makanan utamanya berupa buah. Kriteria buah yang dipilih oleh monyet biasanya dilihat berdasarkan warna, bau, berat buah, dan kandungan nutrisi. Selain buah, jenis makanan yang biasa dikonsumsi Macaca fascicularis adalah daun, umbi, bunga, biji, dan serangga.
Monyet ekor panjang biasanya mengambil makanan dengan kedua tangannya atau langsung menggunakan giginya. Dalam keadaan tergesa-gesa biasanya monyet ekor panjang akan memasukkan makanan ke dalam kantong pipi. Apabila keadaan sudah aman, maka makanan akan dikeluarkan kembali untuk dikunyah dan ditelan.
Beberapa penelitian menunjukkan bukti bahwa monyet ekor panjang yang aktif dalam mencari makan dapat berenang dengan baik untuk mencari siput dan sumber makanan dibawah air lainnya. Mereka biasa mengumpulkan makan dalam jumlah yang banyak dan dapat mencari makan dimana saja. Sebagai hewan perenang yang baik, mereka juga memahami tanda-tanda air pasang ketika mencari makan diperairan laut ataupun pantai. Secara naluriah, sang pemimpin kelompok akan memperingatkan yang lainnya untuk meninggalkan tempat tersebut yang dianggap berbahaya.
b)      Perilaku Istirahat
Berdasakan pola aktivitasnya, Macaca fascicularis digolongkan menjadi primata yang diurnal (aktif pada siang hari). Dan pada umunya akan beristirat pada tengah hari ataupun tengah malam.
Macaca fascicularis tidur pada malam hari diatas pohon, ada yang membuat sarang ada pula yang tidak. Dapat diketahui bahwa ada individu yang tidur diatas pohon yang tinggi dan yang tidak ditumbuhi liana. Keadaan pohon tempat tidur berhubungan dengan aktivitas makan dan pertahanan hidup terhadap musuh alami berupa predator, parasit, dan penyakit.
c)      Perilaku Kawin
Macaca fascicularis betina umumnya menunjukkan perubahan-perubahan perilaku yang berkaitan dengan perubahan fisologis selama estrus. Betina sering menunjukkan ketanggapan atau kesediaan seks terhadap hewan jantan. Ketanggapan seks (reseptivitas) adalah kesediaan betina untuk mengadakan kopulasi. Kesediaan seks (proseptivitas) adalah semua perilaku yang dilakukan betina untuk memulai interaksi seks. Betina biasanya memberikan tanda undangan seksual kepada jantan dengan memperlihatkan pantat pada hewan lain dan mengangkat ekornya. Mungkin menambahi sikap ini dengan berjongkok sedikit, melihat ke belakang dan vocaizing. Tetapi hal ini juga dapat diberikan antara binatang dengan jenis kelamin yang sama.
Betina pada beberapa monyet dunia lama dan kera melakukan pendekatan yang ditujukan untuk pejantan dewasa. Kopulasi biasanya terjadi dengan posisi ventro-dorsal. Yaitu primata jantan menaiki primata betina dari bagian punggung. Betina tetap berdiri, berbaring atau meringkuk, tergantunng pada spesiesnya dan keduanya mempertahankan posisi tersebut posisi tersebut sampai terjadi intromisi
d)     Perilaku Grooming
Grooming adalah kegiatan merawat dan mencari kutu yang merupakan perilaku sosial yang umum dilakukan oleh kelompok primata.
Grooming dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya untuk mengambil, menggosok, menyisir, dan mencari kutu di semua rambutnya. Prosimian mempunyai cara grooming yang khas yaitu dengan menggunakan giginya yang seperti sisir, sedangkan primata lainnya kebanyakan menggunakan tangan. Ada dua macam cara grooming yaitu allogrooming yang dilakukan dengan hewan lainnya, dan autogrooming yang dilakukan sendiri.
e)      Perilaku Bermain
Selama tahun pertama dan kedua, bayi dari beberapa monyet dunia lama sering membentuk kelompok bermain. Seiring dengan peningkatan usia, bayi jantan mempunyai lebih banyak bagian permainan dalam kelompok bermain ini daripada betina. Bayi betina cenderung menghabiskan waktu mereka dengan ibu mereka, betina dewasa yang lain atau bayi baru yang lain.


C.    Adaptabilitas
Adaptabilitas adalah kemampuan untuk melakukan adaptasi. Sedangkan adaptasi itu sendiri adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta mengatasi tekanan lingkungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ada banyak bentuk adaptif tubuh makhluk hidup supaya dapat bertahan hidup, bentuk adaptif ini dapat berupa struktur tubuh, warna tubuh, fungsi alat tubuh dan lain-lain, yang semuanya bertujuan untuk membantu bertahan hidup. Walaupun ada banyak cara makhluk hidup untuk beradaptasi tetapi secara garis besar adaptasi dibedakan menjadi 3 yaitu: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
1.      Adaptasi morfologi
Adaftasi morfologi adalah penyesuaian diri bentuk tubuh atau alat-alat tubuh sehingga sesuai dengan lingkungannya. Adaptasi morfologi ini mudah kita amati pada hewan ataupun pada tumbuhan. Beberapa macam adaptasi morfologi pada hewan bentuk paruh dan kaki pada burung, dan pada mulut serangga.
http://adaptasimorfologi.files.wordpress.com/2011/03/liena-2.jpg
                        Gambar 2.1 gambar adaptasi morfologi pada hewan
2.      Adaptasi fisiologi
Adaptasi Fisiologi adalah cara penyesuaian diri fungsi alat-alat tubuh atau kerja alat-alat tubuh terhadap lingkungannya. Adaptasi ini tidak mudah diamati seperti pada adaptasi morfologi, karena menyangkut fungsi alat-alat tubuh dan proses kimia yang terjadi di dalam tubuh. Contoh adapatasi fisiologi ialah dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
3.      Adaptasi tingkah laku
Adaptasi Tingkah Laku adalah cara penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dalam bentuk tingkah laku. Contoh adaptasi tingkah laku ialah ikan paus yang sesekali menyembul ke permukaan untuk mengambil udara, dan bunglon merubah warna kulitnya menyerupai tempat yang dihinggapi.
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcS97npfDilzn9cG2AlLA8lDa7lPLKl4ft61uf7u8KZnm2KuNIkhCwhttps://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTJgnIPMH4GHaJFuC6c5IwXFQ8SxARTsq2u5XIfOQ1rdrn1ntQVQw
                        Gambar 2.2 gambar adaptasi tingkah laku bunglon dan paus

Makhluk hidup melakukan adaptasi tidak lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun tidak hanya itu saja, adaptasi pada makhluk hidup juga memiliki tujuan diantaranya ialah:
1.      Melindungi diri dari musuh
Contohnya:
§  landak memiliki kulit berduri dan kaku yang berfungsi untuk melindungi diri dari musuhnya, saat terancam landak akan mengembangkan durinya.
§  Cicak dan kadal memutuskan ekornya, cicak dan kadal dapat memutuskan ujung ekornya untuk mengelabuhi musuh.
§  Kalajengking, lebah dan kelabang mempunyai alat sengat. Sengat ini digunakan intuk melukai musuh saat hewan tersebut diserang atau terancam bahaya.
§  Bunglon mengubah warna tubuhnya.bunglon mampu mengubah warna tubuhnya sesuai dengan warna lingkungannya.
2.      Memperoleh makanan
Contohnya:
§  Burung memiliki bentuk paruh yang berbeda-beda. Perbedaan paruh tersebut disesuaikan dengan makananya. Paruh bebek seperti sudu/dayung untuk mempermudah mencari makanan di lumpur. Paruh burung pipit pendek dan kuat untuk makanan berupa biji-bijian. Paruh burung elang besar dan runcing untuk mengoyak makananya yang berupa daging. Paruh ayam berbentuk kecil, pendek, dan runcing untuk mematuk biji-bijian maupun hewan kecil. Paruh burung colibri berbentuk kecil, panjang, dan runcing untuk menghisap madu. Paruh burung pelikan besar dan berbentuk seperti kantung untuk menangkap makanannya berupa ikan. Paruh burung pelatuk kuat dan runcing untuk memahat kayu pohon dan menangkap mangsanya.
§  Burung memiliki bentuk kaki yang berbeda-beda. Perbedaan bentuk kaki sesuai dengan cara memperoleh makananya. Kaki bebek mempunyai selaput renang diantara jari kakinya, kaki tersebut untuk berjalan di lumpur atau membantu saat berenang. Kaki burung pipit mempunyai jari-jari yang panjang, terletak dalam bidang datar, dan berfungsi untuk untuh hinggap pada ranting-ranting pohon. Kaki ayam panjang dan tegak untuk berjalan di darat dan mengai makanan di tanah. Kaki burung elang pendek dan bercakar tajam berfungsi untuk mencengkeram mangsanya. Kaki burung Kakaktua mempunyai dua buah jari yang mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang berfungsi untuk memanjat. Bentuk kaki burung pelatuk mempunyai dua jari mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang untuk memanjat. 
§  Mulut penghisap, penusuk, pengigit, dan pengunyah. Mulut kupu-kupu mempunyai alat pengisap. Kupu-kupu menggunakan mulut ini untuk mengisap sari madu (nektar) pada bunga. Nyamuk mempunyai bentuk mulut penusuk dan pengisap. Mulut ini dapat mengisap makanan berupa darah manusia atau hewan. Mulut nyamuk berbentuk tabung panjang dan tajam (runcing). Bentuk mulut seperti ini untuk menusuk kulit manusia atau hewan. Jangkrik mempunyai bentuk mulut penggigit dan pengunyah. Mulut ini mempunyai gigi-gigi kecil untuk mengunyah makanan yang berupa daun. Lalat rumah mempunyai alat penyerap pada mulutnya. Alat penyerap ini mirip spons (gabus). Alat ini untuk menyerap makanan terutama yang berupa cairan.
D.    Hibernasi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhukrd3F_YlX7f9s7sHVN8wd-x_fLOMzSmjmdUvEl8danr7Bp9sYmSYmp-R0ApXJuNUESVO9JQQMkvcrwjunKb7klMMLgzJTblOQZp0tqk9lvBFEHX5OCFju1sJbGAA9bduJmjm_kPl6-A/s320/PolarBears_02a-Mom_N_Baby-Sleeping%5B1%5D.jpgHibernasi atau rahat adalah kondisi ketakaktifan dan penurunan metabolisme pada hewan yang ditandai dengan suhu tubuh yang lebih rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih rendah. Hewan yang melakukan hibernasi berusaha menghemat energi, terutama selama musim dingin sewaktu terjadi kelangkaan makanan, membakar cadangan energi,lemak tubuh, dengan perlahan. Hibernasi dapat terjadi selama beberapa hari atau minggu, tergantung dari spesies, suhu sekitar, dan waktu. Pada saat hewan berhibernasi, ia tak akan tergangu oleh suara gaduh, ribut, atau hiruk pikuk apa pun. Ia benar-benar “mematikan” semua indera pendengaran dan hampir tidak merespon lingkungan sekitar kecuali yang berkaitan dengan suhu. Bahkan dalam hibernasi yang sesungguh, hewan tidak akan terganggu ketika Anda mengangkat, memindah menyentuh dan merabanya. Walau untuk melukiskan fase hibernasi sering digunakan kata “tidur”, kenyataannya hibernasi sangat berbeda dengan tidur yang umum dikenal. Bukankah saat tidur (atau tertidur) hewan masih terlihat sesekali menggerakkan anggota tubuhnya, otaknya juga masih aktif bekerja, dan bisa merespon lingkungan bahkan terbangun dengan cepat. Namun saat berhibernasi, hewan sama sekali tak bergerak dan membutuhkan tahapan dan waktu yang lama untuk bisa kembali bergerak secara normal. Hibernasi bagi hewan adalah suatu masa untuk benar-benar mengistirahatkan seluruh organ tubuhnya. Ia tidak makan atau minum kecuali tidur sepulas-pulasnya sampai berhari-hari berminggu, bahkan hitungan bulan. Karena itulah bagi hewan-hewan yang akan berhibernasi, ia lebih dulu menggemukkan dirinya pada musim gugur.
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRPThA-tp31J--T5EjztdcS5nvWOA_V8fk-aroLqSyC_LygaAV3FgPada saat hibernasi cadangan lemak akan menjamin tubuh mendapat pasokan makanan, minuman dan nutrisi yang diperlukan. Maka sebelum memasuki fase hibernasi pada musim dingin, hewan-hewan itu terlihat sangat getol mencari makanan dan berubah menjadi lebih rakus dari biasanya. Perilaku rakus mendadak selama satu musim ini memang harus dilakukannya. Sebab selama hibernasi ia tak akan bergeming sedikitpun. Dan penimbunan lemak adalah satu-satunya cara untuk menjamin pasokan energi tubuh tetap tercukupi dalam waktu lama. Hal ini menyebabkan hewan yang baru saja usai berhibernasi akan tetap kuat , sama dengan saat ia sebelum berhibernasi. Kebiasaan lain menjelang berhibernasi, hewan-hewan itu terlihat giat menggali lubang perlindungan, membangun sarang yang nyaman. Pokoknya tempat berhibernasi itu haruslah benar-benar aman, sedikit hangat, dan terlindungi dari pemangsa dan musuhnya. Masing-masing “bunker” dibuat sesuai dengan spesies masing-masing.
Dalam klasifikasi berdasarkan berbagai hasil penelitian zoologi, hewan (berdarah panas atau dingin) yang benar-benar berhibernasi meliputi hampir semua jenis hewan. Namun pembedaan hewan berdarah panas dan hewan berdarah dingin akan mempermudah identifikasi. Hibernator (hewan yang berhibernasi) dari kelompok hewan berdarah panas adalah spesies badger, hedgehog, kelelawar, elang Nightwaks, ras tupai-tupaian, anjing padang rumput, hamster dan beberapa spesies khusus beruang dan swift. Sementara dari kelompok hewan berdarah dingin tercatat jenis lebah, cacing tanah, kodok dan katak, kadsal-kadalan, kura-kura lumpur, keong, dan ular.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diats maka dapat disimpulkan bahwa Tiap pola perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola perilaku atau aktivitas tersebut diantaranya ialah:
1.      Aktivitas makan (feeding),
2.      Aktivitas bergerak (locomotion),
3.      Istirahat (immobile),
4.      Grooming
5.      Aktivitas main (playing),
Perilaku atau aktivitas pada burung dapat dibedakan menjadi menjadi empat yaitu aktivitas makan, aktivitas vocal dan bersuara, aktivitas sosial, dan aktivitas pindah atau bergerak.
Primata memilki perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dengan yang lain. Hal ini dikarenakan primata merupakan hewan sosial. Perilaku pada primate meliputi: perilaku makan, perilaku istirahat, perilaku kawin, perilaku grooming dan bermain.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-olah memiliki keperluan, perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan yang tampak,yang di laksanakan oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan hidupnya. Perilaku ialah suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam societas dan komunitas yang terorganisir dan teratur.
Adaptabilitas merukan kemampuan makhluk hidup untuk melakukan sebuah adaptasi. Adaptasi itu sendiri ialah kemampuan suatu makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk tetap dapat bertahan hidup. Didalam adap tasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
Hibernasi merupakan kondisi ketidakaktifan dan penurunan metabolisme pada hewan yang ditandai dengan suhu tubuh yang lebih rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih rendah.



DAFTAR PUSTAKA

Annonimus. 2013. Adaptasi Makhluk Hidup, (online). http://www.artikelbagus.com/2013/02/adaptasi-makhluk-hidup.html.

                   . 2013. Hibernasi Pada Hewan, (online). http://indobeta.com/hibernasi- pada-hewam.

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Akasara.

Soejtipto. 1990. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gadjah mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar